Selasa, 19 Februari 2013

Selamat Jalan, Guru Tercinta :')

Semua yang diciptakan pasti akan diminta kembali kapanpun Dia menghendaki - Alsha

Senin, 18 Februari 2013. Hari itu adalah hari dimana semua yang mengenal sosok berwibawa Bapak Agus Salim, harus merelakan beliau kembali menghadap Tuhannya lagi. Bukan hal yang biasa ataupun hal yang luar biasa kejadian ini. Bagaimana tidak? Siapa yang tidak menyangka bahwa sosok yang umurnya masih terbilang muda dan fisik yang terlihat cukup sehat. Seketika harus dirawat di rumah sakit dan kemudian harus pergi meninggalkan dunia ini.

Waktu Pak Agus sakit, bukan hal yang baru terdengar olehku. Beberapa hari yang lalu. Salah satu temanku di kelas yang juga alumni dari SD Muhammadiyah 1 (SDMUH1) bercerita padaku. Cerita yang dia ceritakan berasal dari temannya yang mempunyai adik di SDMUH1 dan kebetulan diajar oleh Pak Agus. Katanya, Pak Agus sempat pingsan waktu sedang mengajar di kelas.

Beliau memang seorang guru Matematika yang sangat terkenal hebatnya. Bahkan dari beberapa orang mengatakan, beliau bisa mengajar siswa dari semua kalangan. Mulai SD, SMP, SMA, bahkan kuliah. Walaupun terkenal akan ketegasan dan kegalakannya. Pak Agus juga tak jarang mengajak kami untuk bercanda dan tertawa bersama. Kata-kata yang khas ketika beliau mengajar itu. Kalau tidak kata "bungul", "buntat" ketika ada siswa yang salah mengerjakan soal atau lama sekali memahami materi. Kalimat "Kalau tidak bisa mengerjakan, nanti saya bawa kamu ke ruang kepala sekolah" adalah kalimat yang selalu diucapkan beliau kalau ada di antara kami yang tidak bisa mengerjakan soal darinya.

Nah, dari cerita temanku tadi. Aku hanya masih bertanggapan biasa dan tidak sempat terpikir hal yang bermacam-macam. Mungkin hanya kecapekan, pikirku saat itu.

Beberapa hari setelah itu, tepatnya malam Senin atau Minggu tanggal 17 Februari malam. Saat aku sedang BBM-an dengan salah satu temanku di SMPN4, dia mengirim capture-an twit salah satu temanku yang sudah memblock-ku di twitter sehingga aku dan dia saling tak bisa melihat profil dan twit satu sama lain. Awalnya aku pikir capture-an sesuatu yang bisa membuatku sakit hati. Karena nama file yang dikirim itu nama seseorang yang begitulah padaku dulu. Ternyata, capture-an itu adalah capture twit yang intinya memberitahukan kepada semua alumni SDMUH1 bahwa Pak Agus dalam masa kritis di RSU.

Saat membaca itu kebetulan aku sedang les privat dirumah. Dan aku akhirnya memberitahu guru privatku yang biasa kupanggil "Nenek" bahwa guruku kritis. Nenek pun kaget, dan sempat bertanya kritis karena apa. Menurut informasi yang aku dapat, katanya Pak Agus terkena penyakit ginjal. Mimik muka Kak Anis atau Nenek itu langsung berubah drastis. Benar seperti orang yang takut atau khawatir akan terjadi sesuatu tidak diharapkan.
Malam itu juga Kak Anis menyarankan padaku untuk menjenguk Pak Agus setelah tau dari ceritaku bahwa aku belum sempat bertemu Pak Agus setelah perpisahan. Bertemu hanya untuk sekedar salaman saja cuma sekali.

Kata Kak Anis, kritis itu hanya bentang waktu menuju "titik hitam". Mengerti sajalah maksudku, aku tak tega mengatakannya. Karena saat kritis itu, semua organ tubuh kita sedang komplikasi tak karuan. Jika seseorang sedang kritis dan bisa melewati masa kritisnya itu. Tandanya ada peluang besar untuk si penderita untuk sembuh. Tapi berlaku sebaliknya.

Setelah mendengar penjelasan itu. Mood belajarku pun langsung hilang, fokusku sudah terbagi dua. Antara belajar dan Pak Agus yang kritis di rumah sakit. Kata Kak Anis, orang kritis benar butuh dukungan. Betapa kacaulah pikiranku malam itu. Bahkan aku dan beberapa temanku yang lain sesama alumni juga sampai sudah berencana menjenguk bapaknya hari Rabu. Kak Anis yang tau hal itu cuma bisa berkata, semoga Pak Agus bisa bertahan sampai aku menjenguk beliau.

Aku yang tak suka mendengar kalimat itu langsung menyanggah dengan kalimat bahwa Pak Agus harus bertahan sampai lama, Pak Agus harus sembuh jangan hanya bertahan sampai aku menjenguk. Tapi Kak Anis bilang, bahwa kalau orang kritis itu harapan hidupnya sudah tidak banyak lagi. Detik itu juga aku langsung galau. Pokoknya niat dalam hatiku, bagaimanapun itu aku bakal merelakan apapun demi menjenguk Pak Agus. Jadilah semalam itu aku dan Kak Anis membahas tentang kejadian itu dan segala peristiwa yang sudah terjadi karena hal itu.

Besok paginya, aku masih tenang. Karena dalam hatiku aku sudah bertekad untuk menjenguk Pak Agus hari Rabu. Jadi aku pergi ke sekolah seperti biasanya.

Jam pelajaran pertama, jam pelajaran kedua. Nah, mendekati jam pelajaran ketiga. Tiba-tiba hapeku bergetar tanda ada sms masuk. Tak langsung kubuka dan kubaca. Awalnya kupikir, paling hanya sms dari operator, orang iseng, atau promosi dari toko-toko. Tapi tak berapa lama, aku akhirnya membukanya juga. Betapa terkejutnya aku. Bukan hanya terkejut, tapi juga tak percaya, bahkan karena refleknya aku sampai aku berteriak. Ku gebrak meja dan langsung aku berteriak pada Sari.

Sms itu sebenarnya dari mamaku. Isinya singkat, padat, namun jelas dan sangat cukup untuk membuatku berteriak. Mama memberitahu bahwa Pak Agus meninggal pukul 6 pagi. Dan hari itu, seluruh siswa SDMUH1 diliburkan. Kata mama, Pak Agus mengidap penyakit gagal ginjal yang memang sudah parah dan ternyata tak bisa tertolong lagi. Kalian pasti tau rasanya kan? Seseorang yang kalian cintai dan kalian banggakan, bahkan kalian belum sempat membalas budi baiknya. Harus pergi duluan meninggalkan kalian. Sakit rasanya.

Betapa hancur perasaanku waktu itu. Tangisku dan Sari langsung pecah saat itu juga. Hanya Thenia, Nisa dan Alya yang sanggup mengontrol kesedihannya saat itu. Jujur, tak karuan sudah aku saat itu. Mengingat tekadku akan menjenguk beliau hari Rabu. MENJENGUK! Aku tak pernah berharap sebelumnya kalau aku tak jadi menjenguk melainkan melayat. Tak sanggup aku mengontrol kesedihan waktu itu. Belum lagi aku teringat belum sempat berterima kasih dan membalas kebaikan bapaknya atau sekedar melihat bapaknya bangga padaku. Hari itu, baru kali pertama aku menangis sejadi-jadinya di kelas.

Langsung, aku dan Thenia meminta Mr. Arif untuk memberitahukan kepada seluruh alumni SDMUH1 atas kabar duka itu. Setelah kabar itu menyebar, para alumni angkatan 36 dan 37 berbondong datang ke ruang piket. Awalnya aku memang ingin melayat. Wajib! Ternyata mereka juga berencana sama. Akhirnya, dengan kesepakatan dan proses persetujuan yang lumayan lama. Singkat cerita kami akhirnya berangkat menuju tempat kediaman Pak Agus.

Sesampainya di tempat kediaman beliau. Ternyata banyak orang tua siswa, para guru, bahkan anak SMA sekalipun juga hadir disana. Suasana hening menambah sakit perasaanku. Di depan pintu rumah Pak Agus. Kami disambut oleh Pak Nazar, guru bahasa Arab di SD dulu. Terpancar lah dari semua wajah yang datang sebuah rasa kehilangan. Aku sampai takut tak bisa menahan tangis lagi di dalam nanti. Tapi Thenia berkata, jangan terlalu di tahan. Keluarkan saja jika memang tak tahan.

Setelah menunggu dan mengantri untuk masuk. Akhirnya aku berhasil masuk ke dalam. Perlahan mengikuti arus siswa yang masuk. Di dalam rumah Pak Agus terasa pengap karena banyaknya orang di dalam. Namun aku acuh saja. Tak peduli asal aku bisa melihat Pak Agus untuk terakhir kalinya. Akhirnya dengan susah payah aku berhasil melihat jasad beliau.

Pak Agus yang dulu berdiri dengan tegap dan gagahnya di depan kelas untuk mengajar dan menyampaikan materi dengan gaya khasnya tersendiri. Kini sudah berbaring tak berdaya diselubungi kain kafan, wajahnya putih tak menampakkan ekspresi apapun. Teringat wajah bapaknya dulu saat marah pada kami, tertawa bersama kami, ah semakin perih saja hati ini saat teringat kenangan itu. Aku terpaku sambil bertanya kepada Latifa yang ada di sebelahku. Apakah benar itu Pak Agus? Ini benar kan? Lalu Latifa hanya memberi anggukan lemas dan mengiyakan semua yang kutanyakan. Sangking tak percayanya aku akan apa yang ada dipenglihatanku saat itu.

Tak lama kemudian, para siswa diminta keluar dari ruangan atau tepatnya dari dalam rumah. Akhirnya, keluar lah aku dan yang lain. Di dalam aku menahan air mata yang sudah ada di pelupuk mata. Sungguh tak bisa kupercaya ini semua akan terjadi. Secepat ini. Dalam hati aku berdoa dan berharap yang terbaik untuk Pak Agus.

Saat itu, sekaligus reuni dengan para bapak dan ibu guru yang sudah lama tak kami jumpai sejak kami di SMP. Ada bahagia dan ada haru saat itu. Mengingat dan teringat masa SD itu tidaklah menyenangkan. Apalagi saat mengingat kenangan yang terjadi, dan itu hanya bisa membuat tangis.

Pak Agus, yang akan selalu dikenang dan terkenang. Kebaikan, ketulusan beliau akan selalu teringat oleh siapapun yang mengenalnya. Kata Kak Anis, orang baik itu selalu cepat diminta kembali oleh Tuhan. Karena Dia gak mau orang itu berbuat dosa lagi. Betapa hancur hatiku membaca sms Kak Anis itu saat kuberitahu kabar Pak Agus. Ketikan ini pun penuh dengan tangisanku. Masih ada rasa tak percaya dan rindu yang membaur di hatiku untuk Pak Agus.

Terima kasih Pak Agus, karenamu nilai UN Matematika waktu SD aku bisa mencapai sempurna. Juga aku bisa meraih urutan ke-19 nem UN tertinggi di sekolah. Terima kasih sudah menjadi guru terbaik bagiku, Pak. Bapak akan selalu teringat, diingat, dikenang dan terkenang walau kini kita sudah berbeda alam, Pak. Kami disini sudah mengikhlaskan bapak. Yang tenang ya, Pak. Semoga abal ibadah bapak diterima di sisi Allah. Dan bapak mendapat tempat terbaik disana. Amin. Kami disini mencintaimu, Pak. Bapak selalu ada dihati kami.

Selamat jalan Pak Agus. Salam hormat, rindu dan bakti dariku. Alsha, muridmu yang belum sempat membalas kebaikanmu :')
Selamat jalan Pak Agus (kiri)  :') <3



Tidak ada komentar:

Posting Komentar